Semarang Contemporary Art Gallery

Friday, November 07, 2014

Mengkonstruksi kehidupan melalui sesuatu yang ‘trivia’, kecil-kecil, remeh-temeh berikut kecermatan, ketelatenan, kesungguhan, dan juga rasa hormat kepada sejarah, itulah yang dengan segera saya tangkap dari kunjungan perdana ke Semarang Contemporary Art Gallery. Seperti yang mereka katakan bahwa seni adalah sesuau yang universal dan tak terbatas pada media, tempat itu menyuguhkan lukisan dan patung yang abstrak tetapi sarat makna. 

“Dan demikian pulalah dengan masa lampau kita sendiri. Adalah usaha sia-sia untuk mencoba menangkapnya kembali : semua usaha intelek kita tentu terbukti sia-sia. Masa lampau itu tersembunyi disuatu tempat di luar wilayah, di luar jangkauan intelek, di suatu benda mareriil tertentu (dalam perasaan yang diberikan benda itu kepada kita) tentang benda itu kita tidak mempunyai bayangan apapun. Dan tergantung kepada kebetulan apakah kita menemukan benda ini atau tidak, sebelum kita harus mati...” 
–Proust, Swann’s Way-

Memang benar apa kata Proust. Sebuah benda atau situasi terkadang memberikan gambaran akan kenangan-kenangan imajener yang pernah kita lakukan walaupun sebenarnya kita tidak terlalu terkait dengan benda tersebut, dalam kerangka deja vu atau jamais vu. Hal inilah yang saya dapat kan juga dari suasana di SCAG. Maksudnya disana saya layaknya berada didalam sajak-sajak lagu keroncong seperti Sepasang Mata Bola (ketauan selera tua), atau pun lagu-lagu Indonesiana dari The Trees And The Wild terutama yang berjudul Saidjah, dan juga lagu-lagu Katje Piering. Lebih kurang itu cukup mengademkan hati di suasana panas Kota Semarang.

Didirikan pada tahun 2001, Galeri Semarang ini terletak di pusat kota Semarang, Indonesia. Dengan komitmen untuk mendedikasikan galeri ini sebagai media pengenalan untuk karya-karya seni dari seniman Asia kontemporer, terutama yang berasal dari Indonesia. Galeri ini terkenal sebagai galeri yang telah berhasil mempromosikan seniman muda berbakat dengan adanya pameran dan event seni yang diadakan di tempat ini. Pada tahun 2008, Galeri Semarang pindah ke lokasi baru, Taman Srigunting, yang berada di area warisan budaya di Kota Lama Semarang (sebelah Gereja Bledug). Ini adalah wilayah dengan karakteristik arsitektur kolonialisme Belanda, yang sangat ideal untuk mengembangkan pariwisata setempat.

Tentang apa saja yang ada disana, berikut sedikit gambarannya (tapi tidak mengkover seluruh karya disana) :


































NP : Oh, satu lagi... kedatangan kami tidak bertepatan dengan adanya pameran, jadi display lukisannya banyak yang kosong kurang maksimal, pengunjungnya cuma kami berempat jadi beberapa pendingin tidak dinyalakan... saya yakin jika bertepatan dengan adanya pameran, pasti akan lebih baik ambience-nya... tapi cukup lumayan lah... GRATIS... 

You Might Also Like

1 komentar

  1. hanya mencantumkan gambarnya saja. data, bentuk, makna seninya mana?? belum akurat

    ReplyDelete

Salam kenal gan... Silahkan berkomentar



“Orang boleh pandai setinggi langit,
tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Pramoedya Ananta Toer