--- diambil dari catatan harian Cokro
Hari ini tanggal 20 Februari 1966, dada menjadi sesak. Belum pernah dalam hidup merasakan kebingungan seperti ini.
Tiba-tiba dikantor datang Bude Saminem, dia adalah sepupu dari Bapak. Sangat jarang, bahkan belum pernah ada keluarga datang ke kantor, biasanya mereka langsung datang ke rumah.
Belum 5 menit kami bertemu, beliau sudah menangis. Waduh, bingung saya dibuatnya. Saya panggil ajudan saya untuk mengambilkan teh hangat, supaya Bude bisa tenang. Tanpa dikomando, beliau bercerita tentang kakaknya yang bernama Karsidi yang ditahan kesatuan kami karena merupakan anggota DPRD Yogyakarta dari fraksi PKI.
Kepala saya melayang mengingat ingat siapa Karsidi atau yang biasa saya panggil Pakde. Sejauh saya ingat Pakde Karsidi dan Bude Saminem berasal dari keluarga berada, bahkan lebih kaya dari keluarga Bapak kami. Tidak heran kalau mereka bisa bersekolah sampai mengenyam pendidikan tinggi di Bandung. Seingat saya Pakde Karsidi adalah lulusan Technische Hoogeschool te Bandoeng.
Dahulu saat masih kecil dan tinggal di Kebumen, dikampung Bapak, siapa yang tidak kenal Karsidi. Seseorang yang dikenal sebagai seorang Priyayi dan aktivis sekaligus sahabat Bung Karno. Beberapa kali menurut penuturan Bapak, Bung Karno datang ke rumah Pakde Karsidi sekedar mampir sebelum melanjutkan perjalanan Bandung - Surabaya. Sayangnya tidak banyak yang dapat saya kenang secara langsung dari beliau. Beliau jarang pulang ke Desa. Kabarnya Beliau diasingkan pemerintahan Hindia Belanda ke Boven Digul, karena dianggap radikal. Pasca kemerdekaan, kabar terakhir yang saya dengar, beliau menjadi politikus sisi Kiri, ikut PKI.
Bude Saminem berlinangan air mata memohon supaya saya bisa membebaskan Pakde Karsidi dari jeruji besi. Saya hanya bisa menenangkannya, berbicara berbasa-basi karena pada akhirnya tidak bisa banyak membantu.
Setelah Bude Saminem pulang kerumah, saya sedikit merenung dan berfikir. Didalam penjara itu ada sanak keluarga yang secara sadar saya biarkan akan menghadapi penyiksaan. Disisilain, ada kewajiban pribadi untuk menegakan keadilan demi Republik yang baru seumur jagung ini. Semprul...
Yang jelas, akan lebih baik buat saya untuk mengawasi Karsidi. Mungkin kapan-kapan saya perlu bercakap dengan dia.
Hari ini tanggal 20 Februari 1966, dada menjadi sesak. Belum pernah dalam hidup merasakan kebingungan seperti ini.
Tiba-tiba dikantor datang Bude Saminem, dia adalah sepupu dari Bapak. Sangat jarang, bahkan belum pernah ada keluarga datang ke kantor, biasanya mereka langsung datang ke rumah.
Belum 5 menit kami bertemu, beliau sudah menangis. Waduh, bingung saya dibuatnya. Saya panggil ajudan saya untuk mengambilkan teh hangat, supaya Bude bisa tenang. Tanpa dikomando, beliau bercerita tentang kakaknya yang bernama Karsidi yang ditahan kesatuan kami karena merupakan anggota DPRD Yogyakarta dari fraksi PKI.
Kepala saya melayang mengingat ingat siapa Karsidi atau yang biasa saya panggil Pakde. Sejauh saya ingat Pakde Karsidi dan Bude Saminem berasal dari keluarga berada, bahkan lebih kaya dari keluarga Bapak kami. Tidak heran kalau mereka bisa bersekolah sampai mengenyam pendidikan tinggi di Bandung. Seingat saya Pakde Karsidi adalah lulusan Technische Hoogeschool te Bandoeng.
Dahulu saat masih kecil dan tinggal di Kebumen, dikampung Bapak, siapa yang tidak kenal Karsidi. Seseorang yang dikenal sebagai seorang Priyayi dan aktivis sekaligus sahabat Bung Karno. Beberapa kali menurut penuturan Bapak, Bung Karno datang ke rumah Pakde Karsidi sekedar mampir sebelum melanjutkan perjalanan Bandung - Surabaya. Sayangnya tidak banyak yang dapat saya kenang secara langsung dari beliau. Beliau jarang pulang ke Desa. Kabarnya Beliau diasingkan pemerintahan Hindia Belanda ke Boven Digul, karena dianggap radikal. Pasca kemerdekaan, kabar terakhir yang saya dengar, beliau menjadi politikus sisi Kiri, ikut PKI.
Bude Saminem berlinangan air mata memohon supaya saya bisa membebaskan Pakde Karsidi dari jeruji besi. Saya hanya bisa menenangkannya, berbicara berbasa-basi karena pada akhirnya tidak bisa banyak membantu.
Setelah Bude Saminem pulang kerumah, saya sedikit merenung dan berfikir. Didalam penjara itu ada sanak keluarga yang secara sadar saya biarkan akan menghadapi penyiksaan. Disisilain, ada kewajiban pribadi untuk menegakan keadilan demi Republik yang baru seumur jagung ini. Semprul...
Yang jelas, akan lebih baik buat saya untuk mengawasi Karsidi. Mungkin kapan-kapan saya perlu bercakap dengan dia.