Membeli Aset Berupa Sawah

Tuesday, September 17, 2019

Ilustrasi : liputan6.com
Indonesia dikenal sebagai sebuah negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya mempunyai pencaharian di bidang pertanian atau bercocok tanam. Mengutip dari Tribun Pontianak, jumlah petani Indonesia terus alami penurunan.  Berdasarkan data sejak tahun 2010-2017, penurunan terjadi sebesar 1,1 persen per tahun. Penyebabnya sangat kompleks. Namun dapat kita sederhanakan menjadi 2 faktor.

Faktor pertama adalah pengalihfungsian lahan pertanian menjadi area pemukiman. Praktek ini jamak terjadi di pinggiran kota. Dimana pusat kota sudah tidak mampu lagi menyediakan lahan pemukiman, sehingga pinggiran kota yang notabene sebagai daerah bumper penghasil pangan dialihfungsikan sebagai lahan pemukiman.

Faktor kedua adalah berkurangnya minat generasi muda untuk terjun didalam dunia pertanian. Lagi-lagi alasannya jelas, dunia pertanian dinilai tidak mampu memberikan timbal hasil ekonomi yang memuaskan.

Dua faktor diatas merupakan tantangan yang perlu kita hadapi sebagai Negara Agraris.

Berkaca dari masalah diatas dan ketertarikan dengan dunia pertanian, saya memutuskan untuk mencoba berinvestasi di bidang pertanian, khususnya sawah. Hal ini didukung oleh potensi dari kampung halaman yang sebagian wilayahnya memang berupa persawahan.
Jalan sawah di Desa Doplang, sebelah kiri terlihat irigasi yang sedang diperbaiki
Kami tinggal di Desa Doplang, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap. Bersama dengan Kecamatan Maos, Kecamatan Adipala merupakan salah satu lumbung padi di Jawa Tengah. Potensinya cukup besar sekitar 300 hektar. Apabila dalam 1 bau (0,7 hektar) menghasilkan gabah 1.750 ton sampai dengan 2.500 kg, maka total gabah yang dapat dihasilkan Desa Doplang minimum = 300 / 0.7 x 1.750 kg = 750.000 kg. Harga gabah basah pasaran pertengahan tahun 2019 di Cilacap adalah Rp 480.000 per kwintal. Artinya perputaran uang hasil panen Desa Doplang per sekali masa panen kurang lebih Rp 3.600.000.000. Apabila dijual dalam kondisi kering nilainya jauh lebih tinggi (gabah kering Rp 550.000 per kwintal).

Peluang yang terbuka lebar itu coba saya kelola meskipun hanya dengan bermodal sawah seluas 75 ubin atau setara 1050 m2. Sawah ini saya beli pada tahun 2017 dengan harga Rp 1.870.000 per ubin atau total Rp 140 juta rupiah. Harga sawah ini termasuk dibawah pasaran, karena harga normal berada diangka 2 juta rupiah.

Kondisi setelah panen bulan Agustus 2019
Sawah ini saya titipkan kepada orang kepercayaan. Saya mengeluarkan modal  mulai dari penanaman, pemupukan, hingga pemanenan sebesar Rp 800.000 untuk sawah seluas 1050 m2. Biaya tambahan untuk mengangkut hasil panen ke rumah kami untuk 2 orang pekerja sebesar Rp 100.000 per orang. Jadi total modal yang kami keluarkan untuk operasional sawah sekali musim panen adalah Rp 1.000.000.

Berapa hasil gabahnya? Pada panen bulan Agustus 2019 ini kami mendapatkan 750 kg gabah basah. Bila diuangkan kurang lebih mendapatkan Rp 3.600.000. Jadi margin bersih yang didapatkan dari sawah seluas 1050 m2 adalah 3,6 juta dikurangi 1 juta, yaitu sebesar Rp 2.600.000. Sawah di Desa kami mengalami 2 musim panen dan tanam, artinya dalam setahun kami bisa mendapatkan Rp 5.200.000.

Melihat kenyataan tersebut, membeli aset berupa sawah merupakan salah satu instrumen investasi yang buka hanya bisa menghasilkan Capital gain, namun juga menghasilkan cash flow. Bahkan Cash flownya berupa pasive income. Terlebih lagi dengan memberikan perhatian pada bidang pertanian, kita juga tetap melestarikan Indonesia sebagai negara Agraris.

You Might Also Like

14 komentar

  1. Lumayan sih sebenernya, karena saya juga ikut merasakan dampaknya. Pernah tuuh suatu hari diminta untuk ambil uang bapak di pamanku, eh malah paman bilang. "Kok masih nagih hutang? kan bapakmu kan kaya!"

    "iya, kaya kalau lagi panen"

    Kaya Periodik :D

    ReplyDelete
  2. Apalah daya, tak punya sawah dan belum mampu beli sawah, tapi sangat alhamdulillah sekali masih bisa beli beras.. tak perlu repot2 itung2an margin bersih, tapi bisa beli beras dengan harga murah sudah sangat amat bahagia sekali..
    Kalau di desa saya, mungkin ada beberapa yang memilih gabahnya atau hasil panennya dipakai sendiri dibandingkan dijual,..

    ReplyDelete
  3. Wih bagus gan cadangan masa depan, harga yang semakin naik sawah itu, apalagi kalau di kelola dg baik, hasil padinya pasti banyak hehe

    ReplyDelete
  4. Kalau ibu saya masih punya sawah di kec Jatilawang, dekat kan dari Kec Adipala,...kalau saya punya uang pengin sih mas beli sawah hehehe

    ReplyDelete
  5. Sawah beda ya sertifikatnya? kl gasalah ada sertifikat pengeringan dulu kl mau dibangun rumah
    investasi adalah segalanya hehehehe

    ReplyDelete
  6. masa saya kecil, keluarga saya ada beberapa petak sawah. tapi selepas itu, kami tidak dapat kerjakan sawah disebabkan keadaa tanah dan juga pengairan (air) ke sawah. jadi sampai sekarang sawah masih ada tapi lebih banyak lalang dan semak samun

    ReplyDelete
  7. masuk dunia real estate..hmm, bisa dipertimbangkan kalau ada uang banyak.. Hehe. Nyari dulu uang di Blog. Siapa tahu bisa ke beli tanah/sawah. Jangan lupa mampir gan ke muramdan blog

    ReplyDelete
  8. saya malah ga kepikiran investasi sawah, karena masih bingung kalau ga bisa memanfaatkannya.

    ReplyDelete
  9. Kalau ada rezeki berlebih ingin beli sawah, apalah daya rumah panggung masih numpang di tanah carik milik desa.
    Saya sadar banget betapa pentingnya sawah,. sekarang harga tanah dan sawah mahal banget, sekira 2 juta per tumbak.
    Butuh uang 100 jutaan lebih untuk bisa beli sawah agar ada sebagian yang bisa dijual hasilnya untuk balik modal.
    Salut dengan usaha Mas. Semoga sukses ke depannya, ya.

    ReplyDelete
  10. ada kah yang ternak ayam, lalu bekerjasama dengan kemitraan disana?

    ReplyDelete
  11. Pernah kepikiran beli tanah sawah gitu, tapi maju mundur. Akhirnya beli tanah biasa aja. Makasih sudah berbagi, Mas. SAya jadi ada gambaran.

    ReplyDelete
  12. Kayaknya bener sawah adalah investasi yang paling bagus

    ReplyDelete
  13. Wahh salut mas bisa invest sawah...

    ReplyDelete

Salam kenal gan... Silahkan berkomentar



“Orang boleh pandai setinggi langit,
tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Pramoedya Ananta Toer