Kristenisasi

Tuesday, November 11, 2014


Menurut Karl Marx, agama adalah candu masyarakat, karena agama, masyarakat menjadi tidak maju dan bersikap irasional.

Manusia hanya menerima begitu saja agama-agama yang diajarkan kepadanya. Ide Allah hanyalah ilusi, namun begitu dibutuhkan, seperti seorang manusia yang membutuhkan seorang bapak yang melindunginya. "Apakah agama benar-benar baik bagi manusia?" Jawabannya adalah ambigu. Yang perlu ditekankan adalah seharusnya manusia bertanya akan imannya sehingga dia tidak terjebak dalam bentuk-bentuk prasangka.

Saat ini sedang ramai diperbincangkan video singkat berjudul “Kristenisasi terselubung di car freeday Jakarta”. Setelah melihat videonya, memang lumayan mengerikan. Ada orang yang kasih-kasih barang, eh dibelakangnya ada orang yang -sepertinya- ambil-ambil barang yang udah dikasih sama orang pertama tadi. Jadi semacam permainan 'yang kau beri akan ku ambil'. Lebih mengerikan lagi karena orang-orang yang diberi hadiah-hadiah itu tidak maksud apa yang diperbuat para pemberi hadiah yang dituduhkan melakukan Kristenisasi. Kalau pun benar melakukan Kristenisasi, apa fungsi imbuhan -isasi bila orang yang di -isasi kan saja tidak tahu maknanya???

Sebenarnya umat muslim tidak perlu terlalu terganggu terhadap rekaman video itu. Jangan terlalu fanatik. Kalau ada orang nawarin susu di jalan, terus kita suruh baca puisi, terima saja. Dua ribu rupiah itu lumayan... Diulangi ‘Yang perlu ditekankan adalah seharusnya manusia bertanya akan imannya sehingga dia tidak terjebak dalam bentuk-bentuk prasangka’

Oh iya, karena mungkin muslim agama mayoritas, jadi muslimisasi tidak perlu terselubung kali ya?? Kan tidak bakal ada yang protes kalau terang-terangan... Kalau ada yang protes bakar saja Gerejanya...

 Foto dibawah diambil bulan lalu oleh teman saya Andreas Novier Pasaribu, seorang kristen batak. Kebetulan saya sedang melakukan muslimisasi, jadi saya ajak dia ke Mesjid... LOL  
btw, hari ini 11 Nov, si Andre ulang tahun... Hapi Bertday Yas...



 

You Might Also Like

2 komentar

  1. Indeed.
    Khotbah solat jumat di kampung2 pun suaranya terdengar sampe seantero kampung, karena emang biasanya menggunakan pengeras suara. Isi khotbahnya sendiri (di kampung saya) kadang2 menjurus menyindir agama lain, bahkan kadang secara implisit mengajak untuk masuk Islam. Padahal di kampung saya tidak semuanya islam, rumah2 di depan masjid pun banyak dari etnis tionghoa. Tapi kenapa yg terang2an kayak gini malah tidak dipermasalahkan? Bukannya ini jelas termasuk islamisasi? *entah apapun "islamisasi" itu*

    Intinya, jangan mempermasalahkan hal-hal yg sebenarnya bisa untuk tidak dipermasalahkan. Wassalam *benerin peci*

    ReplyDelete
  2. Memang di negara ini sudah terlalu mengakar pada ideologi "Mayoritas yang selalu benar dan menang", tercermin juga dari demokrasinya yang paling bnyk suara yang menang, para petinggi2 yang bisa jadi anggota DPR walaupun jelas2 ada track record sbg koruptor. Tapi saya gak mau melebar2 ke politik dlu deh, hehe


    Indonesia toh menganut sila "Ketuhanan yang Maha Esa", bukan "Keislaman yang Maha Esa" jadi sedikit trganggu saya sbnr ny sbg seorang umat kristiani yang selalu dicela dan disindir apabila ada "kristenisasi" seperti ini, pdhl lingkup kehidupan saya di teknik sipil yo bergaulnya sama kbnykan orang muslim dan ga jarang di doktrin mereka juga. ini kan sebenarnya "islamisasi" juga. Tapi ya saya hargai saja, toh sbg mahasiswa mereka ttp melakukan islamisasi yg berakhlak.

    Intinya yang saya inginkan adalah kesetaraan, tolong jgn anggp kami ini "kafir", tolong lebih menghargai kami untuk beribadah sesuai keyakinan kami, tolong biarkan orang kristen hebat diluar sana berkarya.
    Sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, apapun itu bentuknya :)

    PS : Aku baru tau kalo andreas bisa sholat, wauuuw.. terus aku jg suka pemikiran kalian berdua (arif,amar) ;)

    ReplyDelete

Salam kenal gan... Silahkan berkomentar



“Orang boleh pandai setinggi langit,
tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Pramoedya Ananta Toer