Dibalik Hari Minggu

Monday, September 09, 2019

Sabtu, 7 September 2019, tepat 2 tahun sudah saya dan Istri menikah. Belum semua asam garam kehidupan kami alami, tapi dua tahun ini sangat menyenangkan (setidaknya buat saya)

Bersama kue pemberian Mertua
Hidup ini cukup berubah. Celana jeans satu-satunya sewaktu kuliah, sudah dibuang digantikan celana jeans 2 potong spesial dari istri.  Belum lagi baju di lemari yang selalu terlipat rapih dan wangi. Semua teratur. Itu kalau saya pulang ke rumah ya. Kebetulan pekerjaan memang mengharuskan kami menjalani LDM, Long Distance Marriage antara Kulon Progo - Doplang, Adipala.

Kami bertemu setiap Minggu. Sebagai pengantin baru, ada rasa was-was saat itu, karena waktu bertemu yang singkat dan komunikasi yang terbatas. Istri sibuk dengan pekerjaannya di Desa, saya sibuk dengan pekerjaan saya di Bandara Kulon Progo. Setelah kami jalani, ternyata komunikasi akibat jarak bukan lagi persoalan besar.

Setengah tahun setelah menjalani kehidupan bersama, pertanyaan kapan  dikaruniai momongan mulai banyak terlontar dari sanak saudara. Apalagi sebagai seorang anak tunggal, orang tua sangat berharap segera dikaruniai cucu. Saat itu Istri memberanikan diri untuk memeriksakan kandungannya ke dokter kandungan. Hasilnya normal, hanya memang 'telur' di rahimnya memang berukuran kecil. dokter memberikan vitamin. 'Rasanya ga enak dan bikin enek', kata Istri setiap meminum obat dari dokter kandungan. 

Tidak lupa setiap hari saya ingat kan Istri untuk meminum vitamin dari dokter. Sehari 2 kali.

Sama seperti bulan-bulan sebelumnya, saya pulang ke rumah setiap Sabtu malam. Sudah sebulan Istri mengkonsumsi obat dari dokter. Tidak ada tanda-tanda kehamilan.

Pertengahan tahun 2018, Mama mengajak Istri untuk pijat ke tukang urut tradisional di dekat rumah di Cilacap. Konon kabarnya beberapa tetangga berhasil hamil setelah diurut ditempat itu. Pergilah kami bertiga, saya, Istri dan Mama ke tukang Pijat itu.

Dia seoarang Wanita sepuh, biasa dipanggil si Mbah, mungkin sudah berumur 80 tahun. Istri masuk ke dalam kamar dengan penerangan seadanya warna kuning, khas rumah tua sederhana. Mama menunggu di ruang tamu. Pada awalnya saya menunggu disamping Istri sewaktu di pijat, kemudian keluar menyusul Mama.

Cukup 30 menit, pijatannya sudah selesai. Kami pulang ke rumah Mama. 

Sekitar isya saya dan Istri pulang ke rumah kami (di Doplang). Didalam mobil Istri diam tidak seperti biasanya. Saya tanya pelan-pelan, kenapa dia diam, apa ada yang salah? dengan muka yang serius dia bercerita kalau tadi sewaktu saya keluar dari dalam ruangan, si Mbah berkata ke Istri, 'Lebih baik adopsi anak saja, didalam rahim ini tidak ada indung telur nya, jadi pasti tidak bisa punya anak'.

Pada saat mendengar cerita Istri, saya benar-benar tidak bisa menjelaskan perasaan yang saya rasakan. Marah, sedih, kecewa, sekaligus bangga. Marah dan kecewa kepada si Mbah yang berani-beraninya berkata demikian kepada seseorang yang memiliki mimpi memiliki anak. Sedih melihat cara Istri dengan polosnya bercerita dan menanggapinya. Sekaligus bangga melihat wanita pendamping saya ini benar-benar kuat. Seandainya saya yang ada di posisinya, mungkin saya sudah menangis di tempat pijat itu (alih-alih si Mbah sudah saya pukul)

Berkaca dari 2 pengalaman secara medis maupun tradisional, kami memutuskan untuk tidak berkonsultasi kepada siapapun terkait usaha mendapatkan momongan. Penting buat kami adalah menikmati setiap moment di hari minggu berdua.

Tujuh September Dua Ribu Sembilan Belas, kami masih berdua. Benar-benar menikmati waktu berdua. Merayakan ulang tahun pernikahan di Hotel Atrium Cilacap.

Saya masih ingat pertengahan September 2018, Bandara Kulon Progo, tempat saya bekerja, sedang dalam proses percepatan pembangunan. Kami bekerja siang malam untuk menuntaskan Bandara dalam waktu satu tahun. Alhasil hari Minggu saya terkadang juga tercurah untuk Proyek Bandara ini.

Kalau sekiranya pada saat weekdays para bos tidak ada di tempat, saya bisa curi-curi waktu untuk pulang. Kebetulan ada kereta dari Kulon Progo tujuan Kroya. Pulang pukul 18.30, sampai rumah pukul 21.30, dan berangkat ke proyek pukul 05.30, sampai proyek pukul 08.00.

Hari minggu, 27 Januari 2019. Sama seperti minggu-minggu sebelumnya. Kami menikmati waktu berdua, kali ini memutuskan untuk menghabiskan Minggu ke Pantai Menganti.

berfoto sembari menunggu shuttle bus
Berangkat pukul 05.30, kami berniat melihat sun rise dari atas bukit. Untuk naik ke bukit, kami harus naik bus shuttle yang mulai beroprasi pukul 8 pagi. Gagal sudah melihat sunrise.
Berfoto diatas bukit
Hari Rabu, 13 Februari 2019. Malam hari istri mengirimkan sebuah foto testpack. Dari foto muncul garis samar. Pada saat itu perasaan saya sudah sangat senang, walaupun diliputi sedikit keraguan karena garis samarnya. Saya meminta istri untuk test pada keesokan paginya, dan melihat apa hasilnya.

Testpack pertama yang dikirim Istri
Keesokan harinya, 14 Februari 2019, istri menggunakan test pack untuk melakukan test ulang. Dan hasilnya… ternyata istri saya benar-benar hamil. Alhamdulillah.

Hasil test pada 14 Februari 2019
Setelah satu setengah tahun menunggu, akhirnya kami akan memiliki momongan. 

Hari ini tanggal 9 September 2019. Kemarin hari Minggu 8 September 2019, kami mengadakan sesi foto kehamilan. 

Usia kehamilan istri sudah menginjak 35 minggu. Doakan kami supaya Istri dapat melahirkan dengan normal dan lancar, serta anak kami diberi kesehatan yang berlimpah tanpa kurang sesuatu. Aamiin.

Maternity Shoot 1

Maternity Shoot 2

Maternity Shoot
Saya berharap rekan-rekan yang sudah menikah dan masih berusaha mendapatkan momongan dapat bersabar dan tidak usah terlalu panik, karena yakinilah bahwa Dia akan menitipkan momongan tepat pada waktunya.

   


    

You Might Also Like

2 komentar

  1. Sabar aja mas... Jgn prcy sm ucapan yg blom jelas kebenarannya... Bukan peramal yg bisa nebak" sesukanya... Buktinya... Kan berhasil juga yaa.... Selamat ya atas kehamilan istrinya. Semoga lancar persalinannya kelak... Amiin..

    ReplyDelete

Salam kenal gan... Silahkan berkomentar



“Orang boleh pandai setinggi langit,
tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Pramoedya Ananta Toer