MATRUPI (BAB 8 - CATATAN HARIAN COKRO II )

Friday, November 29, 2019

--- diambil dari catatan harian Cokro


Hari ini tanggal 20 Februari 1966, dada menjadi sesak. Belum pernah dalam hidup merasakan kebingungan seperti ini.

Tiba-tiba dikantor datang Bude Saminem, dia adalah sepupu dari Bapak. Sangat jarang, bahkan belum pernah ada keluarga datang ke kantor, biasanya mereka langsung datang ke rumah.

Belum 5 menit kami bertemu, beliau sudah menangis. Waduh, bingung saya dibuatnya. Saya panggil ajudan saya untuk mengambilkan teh hangat, supaya Bude bisa tenang. Tanpa dikomando, beliau bercerita tentang kakaknya yang bernama Karsidi yang ditahan kesatuan kami karena merupakan anggota DPRD Yogyakarta dari fraksi PKI.

Kepala saya melayang mengingat ingat siapa Karsidi atau yang biasa saya panggil Pakde. Sejauh saya ingat Pakde Karsidi dan Bude Saminem berasal dari keluarga berada, bahkan lebih kaya dari keluarga Bapak kami. Tidak heran kalau mereka bisa bersekolah sampai mengenyam pendidikan tinggi di Bandung. Seingat saya Pakde Karsidi adalah lulusan Technische Hoogeschool te Bandoeng.

Dahulu saat masih kecil dan tinggal di Kebumen, dikampung Bapak, siapa yang tidak kenal Karsidi. Seseorang yang dikenal sebagai seorang Priyayi dan aktivis sekaligus sahabat Bung Karno. Beberapa kali menurut penuturan Bapak, Bung Karno datang ke rumah Pakde Karsidi sekedar mampir sebelum melanjutkan perjalanan Bandung - Surabaya. Sayangnya tidak banyak yang dapat saya kenang secara langsung dari beliau. Beliau jarang pulang ke Desa. Kabarnya Beliau diasingkan pemerintahan Hindia Belanda ke Boven Digul, karena dianggap radikal. Pasca kemerdekaan, kabar terakhir yang saya dengar, beliau menjadi politikus sisi Kiri, ikut PKI.

Bude Saminem berlinangan air mata memohon supaya saya bisa membebaskan Pakde Karsidi dari jeruji besi. Saya hanya bisa menenangkannya, berbicara berbasa-basi karena pada akhirnya tidak bisa banyak membantu.

Setelah Bude Saminem pulang kerumah, saya sedikit merenung dan berfikir. Didalam penjara itu ada sanak keluarga yang secara sadar saya biarkan akan menghadapi penyiksaan. Disisilain, ada kewajiban pribadi untuk menegakan keadilan demi Republik yang baru seumur jagung ini. Semprul...

Yang jelas, akan lebih baik buat saya untuk mengawasi Karsidi. Mungkin kapan-kapan saya perlu bercakap dengan dia.

You Might Also Like

9 komentar

  1. Ayo nulis lagii....


    Gw tunggu tulisannya

    ReplyDelete
  2. Sudah lama sekali yah kisah di dalam catatan ini.Saya saja belum lahir. :)

    ReplyDelete
  3. Nyimak aja ah. kurang tau sama ceritanya... Catatan Harian Cokro baru tau dari sini.

    ReplyDelete
  4. Suka cerita ini. Settingnya yang agak agak dark jadi lebih humanis dengan rangkaian alur ceritanya.
    Nice writing!

    ReplyDelete
  5. Aku ikut baca, tapi masih belum memahami sekali intinya apa. Tapi, sepertinya memang ceritanya dark deh.

    Aku menunggu cerita-cerita lainnya untuk adaptasi.

    ReplyDelete
  6. Kisah menarik dan penuh haru tentang profil seseorang dalam era kolonial belanda..Yang saat itu negara indonesia meski sudah merdeka namun masih banyak sisa2 Belanda yang melekat di tanah air..

    ReplyDelete
  7. Memang banyak korban pada saat peristiwa G30S PKI, banyak orang yang sebenarnya tidak tahu apa-apa tapi menjadi kezaliman tentara saat itu..😭

    ReplyDelete

Salam kenal gan... Silahkan berkomentar



“Orang boleh pandai setinggi langit,
tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Pramoedya Ananta Toer