MATRUPI (BAB 6 - CATATAN HARIAN COKRO)

Thursday, November 14, 2019


----- Tulisan ini diambil dari Catatan Harian Bapak Cokro

Hari ini tanggal 5 Januari 1966, tepat satu tahun anakku yang kedua dilahirkan. Bulan lalu istriku sudah merencakan untuk mengadakan pesta kecil-kecilan dengan mengundang anak-anak kerabat dekat. Sayang seribu sayang aku tidak bisa menemaninya untuk merayakan ulang tahun.  Semoga Bimo bisa memahami kalau Bapak nya ini sedang menjalankan tugas negara. Kalaupun Bimo memahami, sebenarnya istriku yang lebih rewel meminta aku untuk pulang. Suratnya minggu lalu memintaku untuk segera pulang setidaknya satu hari untuk menjenguk mereka.

Bagaimana caranya aku bisa pulang sedangkan disini situasi sedang memanas? Para antek PKI masih merajalela. Kami Angkatan Darat diminta untuk terus menggempur basis PKI yang sudah melakukan kudeta tahun lalu. Alhamdulillah kudeta gagal. Kini kita seadang berupaya membersihkan sisa-sisa antek Komunis di Yogyakarta.

Repotnya, Yogyakarta adalah basis PKI cukup besar, walaupun secara organisasi, yang punya kartu anggota tidak banyak. Mereka simpatisan atau pengurus-pengurus di kampung-kampung. Pada pemilihan umum tahun 1955, pemilihan umum yang pertama yang dilakukan Indonesia, PKI sangat besar hasilnya di sini.

Situasi disini masih kalut. Jika malam datang, suara jangkrik pun sepertinya enggan berbunyi. Kami berpatroli, hanya dua jenis manusia yang keluar di malam hari yang pertama antek Komunis yang mau mengungsi dan kami ini, Militer dibantu para Nasionalis dan Jihadis.

“Angkat tangan! Berbaris!" Kami lalu menyelidiki mereka, membawanya ke kantor. Kadang aku pun merasa ngeri sendiri ketika para Nasionalis yang ikut aksi kami memberantas Komunis datang dengan tawanan yang sudah 'tidak jelas bentuknya'. Tapi toh pembelot memang pantas dihabisi. Beberapa orang nasionalis memang sengaja diberi senjata, sisanya membuat senjata sendiri. Mulai dari parang sepanjang 2 meter sampai palu godam besar.

Oh iya, pagi hari tadi aku mendapat laporan dari anak buahku. Pada dini hari, mereka menangkap sekeluarga simpatisan PKI. Seorang lelaki dengan istri dan anaknya. Anaknya masih bayi. Refleks aku katakan kepada anak buahku untuk membebaskan Ibu dan bayinya itu. Jujur saja aku jadi ingat Bimo saat tahu anaknya masih bayi. Toh hari ini hari ulang tahun Bimo, setidaknya perasaanku sedang senang.

Ik hou van jullie Kasmi, Aryo, en Bimo...








You Might Also Like

11 komentar

  1. Wahh ketinggalan aku, sudah part berapa iniii

    ReplyDelete
  2. keren si bang ceritanya, ni karangan sendiri ya..

    ReplyDelete
  3. Duh... Kisah PKI, selalu aja bikin merinding.

    ReplyDelete
  4. kenapa baca cerita ini hatiku gerimisss, huhuhu

    ReplyDelete
  5. punya hati nurani yang bagus dia ya mas, tidak menggunakan nafsu, kasihan juga bayi nya karena tidak tau apa2

    ReplyDelete
  6. pas buka udh bagian 6 aja. Harus mundur ke awal nih biar ngeh

    ReplyDelete

Salam kenal gan... Silahkan berkomentar



“Orang boleh pandai setinggi langit,
tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Pramoedya Ananta Toer