Korban Penculikan Alien Berujar

Wednesday, February 25, 2009


Situbondo, 7 Januari 1996, seorang wanita setengah baya bernama Ningsih Prasetia (56) melaporkan penculikan atas kucingnya ‘Mayang’ ke kantor polisi. Dia mengaku dengan bersungguh-sungguh bahwa kucingnya telah diculik alien pada suatu sore yang terik di halaman belakang rumahnya di Jl. Gunung Merbabu no. 17.

“Wanita itu menerobos masuk tanpa menggedor pintu,” kata seorang petugas kepolisian yang—tampak dari wajahnya—merasa bahwa ini adalah lelucon yang menggelikan. “ Saya pikir dia orang gila karena berteriak-teriak histeris kepada kolega saya di divisi penculikan.”


Jelas sekali para polisi tak menanggapi kasus ini dengan cukup serius, sehingga kami berusaha mewawancarai Ny. Ningsih secara eksklusif di rumahnya di Jl. Gunung Merbabu no. 17. Wanita itu tampak pasrah dan menerima nasibnya yang malang.

“Saya sedang mengambil beberapa potong cucian yang telah kering sambil bersenandung,” narasumber mengaku dengan mata bengkak penuh air mata. “Mayang-ku (kucingnya-red) sedang makan biskuit di teras. Segalanya terasa normal dan menyenangkan.”

“Lalu apa yang anda lihat?” saya bertanya.

“Ini betul-betul terjadi dan saya tak peduli apa kata orang mengenai ini,” ia berkata, sepertinya bukan untuk pertanyaan saya. “Demi Tuhan, saya tidak gila, demi leluhur saya di atas sana, saya tidak mengarang atau bermaksud mencari sensasi.”

“Ya, saya tahu. Bisa anda ceritakan detil kejadiannya?” tanya saya tak sabar.

“Tentu,” ia berkata. “Tapi anda jangan berpikir saya sinting ya!”

“Saya tidak akan berpikir seperti itu,” saya berjanji. “Anda dan saya sama warasnya.”

“Segalanya berlangsung sangat cepat,” ia berkata, mengumpulkan segenap tenaga untuk menuturkan pengalamannya. “Mendadak muncul cahaya biru dari langit, lebih terang dari matahari. Saya pikir ada helikopter jatuh atau semacamnya, tapi suasana sangat hening, sungguh tidak wajar, seluruh tubuh saya terasa kaku dan dingin.

“Selama saya meringkuk di tanah, benda yang mirip loyang perak mendarat persis di samping saya, diameternya tak lebih dari enam meter. Tiga mahluk pendek kurus meluncur keluar perlahan-lahan dari dalam benda itu, memakai pakaian ketat sewarna aluminium. Kepala mereka bulat seperti buah pir, dengan lengan-lengan panjang mengerikan. Berikutnya, saya hanya bisa menyaksikan tanpa daya ketika mereka mencengkeram Mayang dan membawanya pergi.”

“Ada lagi yang mereka lakukan?” saya kembali bertanya.
“Sejauh ingatan saya hanya itu,” kata Ny. Ningsih serius. “Tapi saya yakin salah satu mahluk aneh itu menyicipi biskuit-nya sebelum masuk ke dalam pesawat.”

“Bagian itu sangat aneh,” komentar saya berjengit. Wanita itu mengangguk setuju.

“Dan anda tak mendengar kabar kucing itu lagi sampai sekarang?”

“Mayang-ku sayang,” ia bergumam, berlinang air mata.
“Aku sangat mencemaskan dia. Anda takkan percaya apa yang biasa dilakukan alien pada korban-korban penculikannya. Mereka dikuliti dan diperkosa.”

Setelah cukup informasi yang kami perolah dari narasumber, kami pun mewancarai para tetangga Ny. Ningsih di sekitar jalan Gunung Merbabu—dan kami mendapat fakta yang cukup mengejutkan.

“Otaknya tidak beres, Ny. Ningsih itu,” kata pak Widodo (66) seorang lelaki dengan perut buncit kepada kami. Pria ini tinggal persis di samping rumah Ny. Ningsih. “Kalian tahu betul apa yang bisa dilakukan orang-orang untuk mendapatkan publisitas dan keuntungan. Ningsih jelas sekali pembual besar dengan otak miring. Tak ada sesuatu yg aneh di langit, percaya padaku. Satu-satunya cahaya yang saya lihat sore itu berasal dari matahari.”

Saat mewawancarai pria aneh ini kami mendapat kesan bahwa dia sangat membenci Ny. Ningsih bahkan sebelum kasus penculikan ini terjadi.Ada nada sentimen berlebihan setiap kali ia membicarakan tetangganya itu.

“Terimakasih atas waktu anda,” potong saya buru-buru ketika Pak Widodo mulai menjelaskan perselisihan turun-temurun antara nenek moyangnya dengan nenek moyang Ny. Ningsih puluhan tahun silam.

Namun kami menjumpai saksi mata yang jauh lebih menyenangkan, ia seorang pemuda yang kos di belakang rumah Ny. Ningsih ( tempat itu hanya dibatasi pagar kayu pendek) Ia bernama Rudi Sanjaya (20)

“Iya. Saya melihat cahaya biru,” katanya semangat.

“Saya sedang mandi saat itu. Ketika mata saya terkena busa sampo, meram dan meraba-raba untuk mencari gayung mandi, cahaya biru itu menyorot dari jendela, begitu terang sampai saya lupa kalau mata saya perih. Lalu saya mendengar seseorang wanita berteriak keras di suatu tempat, tapi saya tak repot-repot keluar untuk memeriksa karena saya sedang telanjang dan berlumur sabun.”

“Saya selalu percaya ada mahluk-mahluk cerdas di luar sana sedang mengawasi Bumi,” ia melanjutkan. “Anda tak percaya kan kalau kita satu-satunya mahluk berakal yang menghuni galaksi yang sangat luas ini? Alien dan UFO bukan hanya fiksi yang ada di film-film, anda boleh memegang kata-kata saya. Tunggu lima belas atau dua puluh tahun lagi akan ada kapal induk raksasa yang mendarat secara resmi di bumi. Mereka datang dengan misi perdamaian.”

Pada saat yang sama saya melihat poster film Star Wars dan Men in Black yang besar sekali di kamar kos pria itu, sehingga antusiasme saya akan ceritanya sedikit ternoda

Untuk lebih meyakinkan lagi saya juga berhasil mewawancarai penjual tahu keliling yang lewat di jalan Gunung Merbabu pada jam yang sama.

“Saya tidak mengerti,” kata Mas Anto (45). “Sungguh. Tapi saya melihat benda aneh melayang-layang persis di atas rumah Ny. Ningsih.”

“Bagaimana bentuknya?” saya bertanya.

“Tak begitu jelas seperti sesuatu yang berjalan menembus kabut,” katanya. “Tapi bentuknya serupa piring besar aneh dengan tonjolan di atasnya. Hanya lima detik saya melihatnya, lalu benda itu menghilang begitu saja.”

“Anda melihat cahaya biru yang menyilaukan?”

“Tidak ada cahaya apa-apa,” ia berkata, “kecuali cahaya matahari di atas sana, tentu.”

Mas Anto meminta uang seratus ribu rupiah sebagai jaminan bahwa informasinya akurat dan terpercaya. Saya yakin pria itu tak berpura-pura melihat sesuatu, deskripsinya tentang pesawat alien itu serupa dengan apa yang Ny. Ningsih ceritakan.

Namun ada fakta yang cacat mengenai benda yang disebut UFO (Benda Terbang Tak Dikenal) ini. Ny Ningsih menyebutkan versinya sendiri mengenai cahaya biru menyilaukan di atas langit, bahkan didukung saksi mata lain, seorang penggemar fiksi ilmiah yang tinggal di belakang rumahnya. Namun pertanyaan-pertanyaan mengusik saya, apakah Ny. Ningsih hanya berhalusinasi? Apakah mereka, para alien itu, sebetulnya adalah para jin yang sangat moderen?

Saya berhasil menemui Gunawan Surya Parandalo (45), seorang pemerhati dan peneliti UFO yang tinggal di Jakarta. Perbincangan singkat kami di kantor beliau di daerah Kemang membawa saya ke pemahaman baru yang sangat menarik.

“Ada indikasi yang menunjukan peningkatan aktivitas alien di beberapa wilayah di Indonesia lima puluh tahun belakangan ini,” pria itu berkata dengan komputer menyala di depan wajahnya. “Pada tahun 1976, seorang petani asal Ponorogo melihat pesawat piringan melayang-layang di atas sawahnya yang mengering karena musim kemarau panjang. Mata air besar meluncur keluar beberapa hari kemudian persis di tanah itu, mengairi semua sawah seluas lima belas hektar. Petani ini menceritakan pengalamannya kepada semua orang yang berhasil ia temui, kebanyakan mengira dia sinting.

“Orang Indonesia belum siap atas fakta ini. Alien berkeliaran ke mana-mana, menculik wanita-wanita subur untuk tes ginekologi, mempelajari organ tubuh manusia dan hewan, memasang implan di telinga dan hidung. Ada banyak kasus yang akan mengejutkan seluruh wanita di dunia, para alien ras tertentu meminjam rahim manusia untuk membiakkan keturunan mereka, ini semacam simbiosis. Tentu para korban tak mengingat apapun setelah itu karena alien bisa memodifikasi ingatan. “

Saya bergidik mendengar ini.

“Anyway, saya berhasil melakukan serangkaian sesi hipnotis regresif pada seorang tukang pipa yang diculik alien saat dia memperbaiki saluran air di atas sebuah gedung di Kuala Lumpur. Pada akhir sesi ia ingat pernah ditelanjangi di sebuah ruangan putih terang sementara beberapa alien membedah perutnya untuk meneliti ginjal dan usus buntu. Tak nampak bekas luka apapun di perutnya saat ia dikembalikan ke atas bumi. Pria itu sekarang pensiun dan menjadi cenayang.

“Banyak sekali penampakan UFO di berbagai tempat di seluruh penjuru dunia,” ia menambahkan. “Banyak di antara mereka yang melihat dan mengalami adalah orang-orang serius berkaliber tinggi dan sama sekali tak menyukai lelucon-lelucon praktis.”

Mendengarkan Mas Gunawan ini keyakinan saya akan adanya mahluk angkasa luar menjadi bulat, para alien bukan isapan jempol atau kilasan khayalan manusia. Mereka betul-betul ada dan Ny. Ningsih adalah salah satu di antara mereka mendapatkan pengalaman itu. Namun ketika saya ingat bahwa yang diculik adalah seekor kucing, saya pun bertanya kepada Mas Gunawan ini.

“Para alien itu menculik kucingnya,” saya berkata. “Pada tanggal 7 januari sebulan yang lalu. Menurut anda apa tujuan alien menangkap seekor kucing?”

“Saya hanya bisa berspekulasi,” katanya, mengerutkan dahi perlahan-lahan seolah itu adalah ekspresi pendukung yang relevan. “Tak mungkin mereka menggunakan rahim kucing untuk membiakan keturunan. Pasti ada yang terjadi, saya tak tahu persis, tapi Ny. Ningsih akan menyadarinya tak lama lagi.”

Memang benar demikian. Pada suatu malam tanggal 15 Maret, Ny Ningsih menelpon saya.

“Saya baru ingat kalau Mayangku sudah meninggal empat bulan yang lalu karena sakit jantung,” katanya terisak. “Saya mulai merasa tak waras lagi. Tapi khilasan-khilasan kejadian mulai muncul di pikiran. Saya juga mulai sering bermimpi aneh hampir setiap malam dua minggu ini.”

“Bisa anda ceritakan mimpi itu?”

“Mimpinya selalu sama, saya sedang masuk ke dalam lorong berbentuk segi tiga bercahaya terang. Ada seseorang di ujung melambaikan tangan kepada saya. Ia menggendong seekor kucing yang sangat mirip Mayang. Saya sangat merindukan Mayang-ku sehingga saya berjalan ke arahnya. Lalu entah bagaimana caranya saya mendapati diri tidur di atas meja berlapis beludru dengan cahaya menyorot di atas kepala. Lalu seorang menempelkan jarinya di dahi saya dengan lembut, membuat saya ingat masa-masa dan kenangan indah bersama Mayang. Saya ingat sedang memberinya susu pada suatu sore setelah menemukannya di pinggir jalan. Kucing kurus berbulu coklat yang terlantar. Perasaan itu sangat membahagiakan.”

“Jadi, kucing yang saya beri biskuit sore itu adalah seekor kucing liar yang suka mampir ke rumah,” Ny. Ningsih melanjutkan. “Saya sering membayangkannya sebagai Mayang, meski saya tak sanggup menggantikan posisinya dengan begitu cepat.”

Kisah wanita ini membuat saya berpikir, menghadirkan pemahaman-pemahaman baru bagi saya. Para alien mungkin menculik Ningsih untuk mempelajari hubungan antara manusia dengan hewan peliharaan mereka. Para alien tertarik pada ikatan emosi dan kasih sayang yang mungkin timbul, seperti perasaan seorang ibu pada anaknya.

***

Wanita itu menghentikan bacaannya dengan memandang cermin di ujung ruangan. Ia meletakkan tabloid itu dan mengamati tubuhnya di permukaan cermin dengan pikiran berkecamuk.

Wajahnya berkerut cemas, artikel itu sangat mengganggunya. Ia mulai merasa telah kehilangan sesuatu. Ia mendapat kesan bahwa ia pernah mengandung bayi, bahkan ia sempat mual-mual seperti wanita yang sedang mengidam dua bulan yang lalu. Namun tentu saja itu mustahil karena ia tak ingat pernah melakukan hubungan badan dengan siapapun beberapa bulan terakhir ini. Wanita itu juga mendapat khilasan-khilasan memori yang aneh akan kunjungan ke ruangan putih dan pemeriksaan medis dilakukan atas dirinya. "Apakah aku juga pernah diculik?" ia bergumam pada diri sendiri sambil mengelus perutnya.

You Might Also Like

0 komentar

Salam kenal gan... Silahkan berkomentar



“Orang boleh pandai setinggi langit,
tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Pramoedya Ananta Toer