Memaknai Permainan Rat Race di Dunia

Friday, October 04, 2019

Disadari atau tidak, bentuk kehidupan di dunia ini memiliki  siklus yang sama. Berputar dan berulang mengikuti pola tertentu. Contohnya saja dunia fashion, gaya out off date tahun 70 bisa jadi tenar di tahun 2020.

Salah satu siklus pada kehidupan manusia adalah cara manusia memenuhi kebutuhannya. Manusia bekerja mendapat penghasilan, dari penghasilan tersebut manusia membeli kebutuhan hidup. Uang dari hasil bekerja tersebut habis, maka manusia perlu bekerja supaya kebutuhannya dapat terpenuhi. Begitu seterusnya sehingga membentuk pola seperti 'lebih dulu mana antara ayam dan telur'.
Ilustrasi Rat Race
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pola tersebut. Persoalan muncul karena manusia tidak hidup selamanya dan tidak hidup sehat selamanya. Apabila salah satu fase dari siklus kebutuhan manusia  terganggu maka rusaklah hidup manusia tersebut. Misal seorang pekerja bangunan mengalami kecelakaan kerja, maka beliau tidak dapat bekerja. Dampak dari alfanya dia bekerja adalah dia tidak memiliki penghasilan, otomatis kebutuhannya tidak terpenuhi.
Siklus pemenuhan kebutuhan hidup manusia inilah yang di sebut 'Rat Race' oleh penasehat keuangan Amerika bernama Robert T. Kiyosaki. Beliau menggambarkannya sebagai seseorang yang berlari di roda mainan (seperti di kandang hamster). Orang tersebut akan terus berlari, tetapi orang itu tidak akan pindah. Alih-alih dapat lebih sukses, malah orang tersebut kian lelah. Lelah dengan utang yang ada, lelah dengan gaji yang tidak pernah bisa memuaskan kebutuhannya dan lain sebagainya.

Semua orang menjadi pemain dalam permain Rat Race ini, bahkan untuk orang-orang dengan gaji besar dan jabatan tinggi sekalipun. Untuk memahaminya kita perlu menggunakan helikopter view. Semakin tinggi karir yang dicapai seseorang, maka semakin tinggi pula kebutuhannya. Istilah populernya adalah orang tersebut sudah naik kelasnya sehingga standar kebutuhannya meningkat dari yang sebelumnya. Meningkatnya kebutuhan menyebabkan rasa tidak puas akan gaji yang diterimanya sekarang dan menyebabkan seseorang tadi bekerja lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Lantas bagaimana solusi agar kita terbebas dari permainan Rat Race ini? Satu-satunya cara adalah dengan melek finansial. Kita perlu menyusun anggaran keuangan dengan membagi pos-pos keuangan. Bila perlu kita bisa mengikuti cara Li Ka Sing seorang konglomerat asal Hongkong. Beliau membagi pendaptannya menjadi beberapa bagian yaitu:


30 persen untuk biaya hidup.
Biaya hidup 30% ini sudah termasuk biaya makan dan biaya hidup yang lainnya. Contoh untuk membeli makan, membeli peralalatan mandi, mencuci, kosmetik bagi perempuan. Usahakan 30% pendapatan itu cukup untuk mencukupi kebutuhan tersebut agar tidak mengambil anggaran lain.

20 persen anggaran sosial.
Anggaran sosial ini biasanya digunakan untuk mentraktir teman, biaya pulsa, hadiah dan biaya sosial yang lain. Jika memang tidak mendesak dikeluarkan maka jangan dikeluarkan agar bisa dialokasikan ke anggran yang lain jika ternyata terjadi kekurangan.

15 persen pengembangan diri.
Buat alokasi 15% untuk mengikuti seminar, pelatihan, workshop atau membeli buku untuk dapat meningkatkan kemampuan dan dapat meningkatkan kualitas diri. Tak ada ruginya membekali diri dengan pengetahuan yang bermakna dan penting.

10 persen untuk liburan.
Liburan merupakan hal yang perlu dikelola dengan baik. Jika memang merencanakan untuk liburan dengan biaya yang besar usahakan untuk mengumpulkan anggran ditiap bulannya agar dapat terkumpul dana yang cukup untuk liburan sesuai rencana.

25 persen untuk investasi.
Investasi merupakan hal yang penting karena hari esok tak lepas dari investasi yang kita lakukan hari ini. Usahakan investasi yang minim resiko agar tidak rugi. Misal dibelikan emas atau investasi dibidang properti jika dana investasinya besar. Jika belum banyak dapat digunakan untuk berbisnis sampingan agar uang tidak mengendap. Jangan disimpan di bank karena nilai mata uang lama-kelamaan akan termakan inflasi. 

Menurut Li Ka Sing, hal ini bisa kita terapkan sampai pada akhirnya kita bekerja bukan karena sebuah kewajiban memenuhi kebutuhan, tapi memang karena kita ingin berkarya.

You Might Also Like

4 komentar

  1. sayangnya tidak ramai yang mampu mendisiplinkan diri untuk membuat simpanan demi masa depan

    ReplyDelete
  2. Wah makasih ilmunya. Ilmunya jadi mengingatkan tentang ajaran agama ya dan soal konsep positif dalam hidup. Karena terkadang banyak orang hidup untuk makan, tapi seharusnya dibalik makan untuk hidup. Bukan hidup u/ makan

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah gw sejak pertama kerja udah melek finansial. Udah invest reksadana, saham, tabungan ada, deposito punya, rumah ada walopun kecil. Tinggal bini yang belom, wkwkwkwk

    ReplyDelete

Salam kenal gan... Silahkan berkomentar



“Orang boleh pandai setinggi langit,
tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Pramoedya Ananta Toer